Senin, 18 April 2011

PENERAPAN KAJIAN SINTAKSIS

PENERAPAN MODEL KAJIAN SINTAKSIS WARRINER PADA BENTUK REDUNAN DAN SALINAN BAHASA BAWAAN: STUDI KASUS BAHASA BIMA DAN BAHASA INDONESIA.

Penerapan Model Kajian Sintaksis Warriners pada Bentuk Redunan dan Salinan Bahasa Bawaan: Studi Kasus Bahasa Bima dan Bahasa Indonesia

Abstrak: Model kajian sintaksis Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan pada bahasa Bima dan bahasa Indonesia dalam penganalisisannya tidak mengabaikan aliran struktur baik dasar maupun pendukung. Adapun hasil analisisnya bahwa model Warriner dalam sintaksis bahasa Indonesia adalah (1) satu model pilihan, terutama bagi cara menggambarkan kaitan kalimat inti dan perluasan secara bertahap, (2) Pembawaan redunan pada suatu bahasa berpengaruh pada seluruh tataran pembahasan, termasuk analisis tataran sintaksisnya, (3) Sekalipun pada dasarnya model Warriner dapat diterapkan pada analisis sintaksis BB, namun diperlukan pula beberapa modifikasi, terutama yang berhubungan dengan penyebutan ulang (copy) terhadap unsur pokok dalam kalimat BB, (4) Dalam beberapa hal, subjek BB cenderung ditempatkan pada akhir kalimat. Redunan unsur pokok, terutma S dan O agaknya sulit ditiadakan mengingat unsur redunan itu dapat menggantikan S atau O itu sendiri, dan (5) Paling tidak, ada kemungkinan penerapan model Warriner pada BB, yaitu mengumpulkan unsur utama dan copy-nya pada sebuah kotak, misalnya pada kotak S dan kedua dengan cara penyebaran copy iti pada posisi tempat ia menempel dengan tanda-tanda khusus.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran struktural sangat terpengaruh pada bidang linguistik. Aliran linguistik disebut juga sebagai aliran linguistik modern dengan beberapa ciri, yaitu pada tingkat bunyi bahasa mempersoalkan perbedaan bunyi bahasa, pada tingkat kata memperkenalkan istilah dan pengertian morfem yang berbeda dengan pengertian kata, pada tingkat kalimat membicarakan tidak didasarkan pada tinjauan filsafat, tetapi didasarkan pada tinjauan atas struktur dari sebuah kalimat, bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang hidup, semua bahasa baik dan bermanfaat bagi penuturnya, mengabaikan nilai-nilai semantik dalam sebuah kalimat, dan perhatian kurang pada bidang perbandingan bahasa.
Bahasa Bima (BB) memiliki ciri spesifik antara lain sistem pengulangan unsur-unsur gramatis tertentu yang secara fisik mirip dengan ciri redunan. Di samping penunjukkan kembali unsur tersebut melalui penggunaan pronominal maupun bentuk ungkapan lain dalam beberapa hal terdapat pada bahasa Indonesia (BI) juga walaupun tidak sama persis.
Pengulangan dan tunjuk ulang itu wajib ada pada BB agar kesatuan makna gramatis dan rasa berbahasa terwujud. Dengan perkataan lain hal itu merupakan salinan wajib bawaan (onligate copy) pada BB. Hal ini masih perlu ditinjau pada BI.
Dikaitkan dengan analisis kalimat, gejala yang ada pada BB ini cukup menarik bukan hanya karena bertentangan dengan kaidah redunan yang sebaiknya dihilangkan. Karena itu, terdapat kesulitan menemukan teori analisis yang tepat untuk diterapkan pada BB maupun BI, sedangkan dalam BI agaknya tidak setegas pada BB.
Dalam hubungan dengan sifat bawaan BB ini teori analisis yang dicobakan adalah yang dikemukakan oleh Warriner dkk. yang masih bersifat struktural, namun memiliki kekhususan. Teori ini memandang kalimat seolah-olah sebuah garis lurus yang disekat menurut unsur-unsur utamanya dan memandang sisi sebelah atas garis itu sebagai tempat unsur gramatikal utama, sedangkan sisi bawah untuk unsur-unsur tambahan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini dapat diidentifikasi model kajian sintaksis Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan pada bahasa Bima dan bahasa Indonesia dengan tidak mengabaikan aliran struktur baik dasar maupun pendukung.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulisan makalah ini dapat dirumuskan, yaitu bagaimana penerapan model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa Bawaan ditinjau berdasarkan studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia?
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa bawaan ditinjau berdasarkan studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia.

II. PEMBAHASAN
A. Aliran Struktur

Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa teori struktural itu cukup penting dan lengkap sebagai usaha memahami struktur bahasa, termasuk sintaksis. O’Grady dan Dobrovolsky melengkapi beberapa ciri kajian ini, namun kemudian terjadi perkembangan yang beraneka, terutama ditinjau dari sudut pandang yang kurang sependapat bahwa struktur bahasa termasuk sintaksis tidak dikaitkan dengan semantik, penentuan ciri lain seperti peran, fungsi, kategori dan beberapa sudut pandang dari disiplin ilmu lain seperti pola pikirmatematis, nalar, rasional, dan komputerisasi ilmu bahasa.

Aliran struktur sangat terpengaruh pada bidang linguistik, malahan disebut juga aliran Linguistik Modern dengan beberapa ciri: (1) Pada tingkat bunyi bahasa aliran ini mempersoalkan perbedaan bunyi bahasa ada yang tidak berpengaruh bagi penentuan arti suatu kata. Yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok fonetik, termasuk juga varian-varian bunyi dari fonem. Sedangkan yang kedua, dinamakan kelompok fonem. Dengan demikian, maka muncullah untuk pertama kalinya istilah dan pengertian fonem yang berbeda dengan varian-variannya. Kedua hal itu tidak pernah dipersoalkan oleh aliran Neongramarian maupun yang sebelumnya. (2) Pada tingkat kata, aliran ini memperkenalkan istilah dan pngertian morfem yang berbeda dengan pengertian kata. Bagi aliran ini kata merupakan salah satu bentuk morfem. Pada masa sebelumnya, unsur bahasa di atas bunyi adalah kata saja. (3) Pada tingkat kalimat, pembicaraannya tidak lagi didasarkan pada tujuan atas struktur dari sebuah kalimat. Jadi, tidak lagi disinggung maslah subjek, predikat, dan keterangan. Kalimat atau sentence disingkat S dibentuk oleh dua unsur utama yaitu frasa nomina atau noun phrase disingkat NP dan frasa verbal atau verbal phrase disingkat VP. Dari kedua struktur itu dipecah sampai pada unsur sekecil-kecilnya, terutama pada level kata sehingga gambaran kalimat dapat dianalisis secara singkat dengan skema S=kalimat, NP=noun phrase, dan VP= verbal phrase. VP V=NP (VP dipecah menjadi V dan NP), NP Adjective + Noun (NP dipecah menjadi Adjiktif dan Noun), V Adverb. + Verb (Verba dipecah menjadi Adverb dan Verba).

Contoh kalimat Mad dogs savagely bite innocent strangers, dapat dianalisis sebagai berikut.
S
NP VP
Adj N Adv V
NP
Adj N
Mad dogs savagely bite innocent strangers
(4) Bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang hidup atau bahasa yang sedang digunkan oleh masyarakat penuturnya, berbeda dengan masa sebelumnya yang meneliti bahasa naskah (bahasa mati). (5) Aliran ini mengakui bahwa semua bahasa baik dan bermanfaat bagi para penuturnya. Pada masa sebelumnya bahasa yang baik hanya bahasa Latin dan Romawi, atau keturunannya. (6) Aliran struktural cenderung mengabaikan nilai-nilai semantic di dalam sebuah kalimat. (7) Perhatian pendukung aliran struktural sangat kurang pada bidang perbandingan bahasa.
Aliran struktural terbagi atas struktur mentalistik dan struktural behavioristik dengan beberapa perbedaan. (1) Mentalistik: a) Tentang teori mempelajari dan menguasai bahasa menurut Ferdinand de Saussre melalui tori penguasaan konsep (c) menuju kepada perlambangan bunyi bahasa atau sound image (s), dan bisa juga proses sebaliknya. Penguasaan melalui jalur c dinamakan penguasaan pasif. Oleh karena itu, teori ini dinamakan juga teori belajar dan menguasai bahasa secara kejiwaan aktif. b)hakikat bahasa dapat ditinjau dari kenyataan penggunaan tuturan para pemakainya yang relatif lebih bebas dan dapat juga ditinjau dari segi norma yang relatif agak terikat pada satu bahasa. Yang pertama disebut la parole sedangkan kedua la lague. c) Ferdinand de Sausure membedakan dua macam penelitian bahasa, yang pertama disebut penelitian diakronis dan kedua sinkronis. Penelitian sinkronis menurut de Saussure harus didahului oleh penelitian diakronis. Penelitian diakronis menjurus ke arah penentuan pengelompokkan bahasa secara genetis, sedangkan penelitian sinkronis menuju kepada pembahasan bahasa menurut apa adanya. Pendukung Ferdinand de Saussure diantaranya Turbetzkoy, Jacobson, van Wijk, dan Andre Martinet. (2) Behavioristik. a) Aliran ini sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme dalam lingkungan ilmu jiwa, terutama yang dikembangkan Pavlov dan Skinner. Pavlov melakukan percobaan dengan seekor anjing dan skinner dengn tikus, tetapi keduanya menghasilkan simpulan yang hampir sama bahwa sistem belajar manusia (seperti juga yang terjadi pada binatang percobaan) adalah melalui stimulus (S) dan respon (R) yang berakhir dengan kebiasaan. Oleh karena itu, teori ini dinamakan juga dinamakan teori belajar secara kejiwaan pasif. b) tentang makna kata, bukan ditentukan oleh fungsinya secara subjek, predikat, dan sejenisnya, tetapi ditentukan oleh konteks kalimatnya. c) Bloomfield memperkenalkan sistem penentuan fonem melalui pasangan minimal bagi kata-kata mirip dengan sistem perbedaan distribusinya apabila kata itu tidak mempunyai pasangan minimal. Contoh minimum pairs: a-p-a dengan a-p-i. Contoh melalui perbedaan distribusi: s-u-s-u dengan u-s-u-s. Pendukung aliran behavioristik antara lain L. Pike , Eugen Nida, Z. Harris, dan N. Chomsky. Kedua terakhir ini menimbulkan aliran baru yang dikenal dengan aliran Transformation Generative Grammar (TGG).
B. Struktur Dasar dan Pendukung
1. Struktur dasar sintaksis, yaitu Frasa Nomina (NP) dengan Frasa Verb (VP). Struktur dasar itu didukung oleh struktur-struktur pelengkap yang dikenal dengan istilah kategori atau kelompok jenis kata yang dibagi atas kategori mayor dan minor. Kelompk mayor, yaitu leksim-leksim kata benda ( Noun), kata kerja (Verb), kata sifat (Adjektif), kata keadaan (Adverb). Kelompok minor, yaitu leksim-leksim kata penentu (diterminant), kata kerja bantu (auxialary verb), kata depan (preposition), kata ganti (pronoun), dan kata hubung (conjunction).

2. Selain kategori kata, di dalam kalimat dijumpai juga kategori frasa, atau kelompok kata ada yang bergantung dengan kata benda disebut frasa benda (noun phrase), seperti the controversial book, kelompok kata yang bergantung dengan kata depan (preposition phrase), seperti in the park. Kelompok kata yang bergabung dengan kata kerja (verb phrase), seperti dropthe ball; dan kelompok kata yang bergabung dengan kata keadaan (adverbial phrases), seperti very quickly. Semuanya bervariasi berdasarkan pasangan kata yang bergabung.
Contoh: NP the student terbagi atas Ket + N sehingga ditulis dalam diagram phon the conterversial book itu sebagai berikut:
NP NPDel N Des Adj N
The student The Contoversial book
{NP[the Des the] [N student] [ND[Del the] [Adj Center] [N book]}
3. Terdapat juga struktur intermediate, yaitu dikenal dengan istilah N (N bar) N yang lebih kecil dari NP. Contoh leksikal one lebih kecil dari misalnya book about Australia dalam kalimat: The book about Australis is longer that one.
4. Kadang-kadang dijumpai juga frasa bentuk lain misalnya frasa Adj yang digabungkan dengan cirri spesifik dari adj tersebut.
Contoh: very intelligent yang diagram pohonnya:
Adj P
Spec Ag
Verry intelligent
{AdjP[spec very] [Adj Intellegent]}
5. Pada dasarnya setiap bahasa memiliki kemampuan membentuk struktur kalimat dengan struktur pendukung terbatas dan dengan unsure pendukung yang lebih panjang atau lebih banyak. Kaidah ini merupakan salah satu kaidah dalam tata bahasa Transformasi semantic yang dikenal dengan istilah recursion. Contoh dengan pendukung terbatas. This book on the shelf. Contoh dengan pendukung lebih luas This book on the shelp in the corner…dsb.
6. Dalam beberapa hal dijumpai juga struktur sintaksis yang membingungkan, misalnya fast cars an motorcycles merupakan FN, tetapi penjabarannya dalam diagram pohon dapat berbeda sebagai berikut.
a. NP b. NP
Adj N NP C NTP
N C N Adj N N
Fast Cars and motorcycle fast cars and motorcycle Jadi, struktur kalimat (S) membawahi NP dan VP dan S sendiri titik penguasaan atas NP dan VP bersaudara. NP sendiri sebuah titik penguasaan bagi diterminasi Det dan N. VP sebuah titik penguasaan yang meliputi V, NP, dan PP sebagai bersaudara di bawah VP. Hal ini merupakan rincian diagram akhir struktur murni.
7. Struktur kalimat menurut tata bahasa generatif, terutama bagi kalimat iversi, kalimat tanya yes dan no dirinci sebagai berikut.
S NP (M) VP
NP (Del) (Adj) N (PP)
VP V (NP) (PP)
PP P NP



Contoh: Will Tiffany learn?
8. Pemahaman struktur dalam dan struktur luar kalimat dapat memungkinkan analisis kalimat model pulau/pulau-pulau yang dikelilingi oleh air laut yang dikenal dengan istilah analisis of sentences structure. Pada pola ini terdapat dua buah S yaitu S bar (S dan S) sebagai kalimat utama. Contoh struktur dalam: {S[S the votes would choose who]}.
Contoh struktur luar: {who [S would the voters choose]}.
9. Kajian struktur sintaksis di Indonesia belum banyak memanfaatkan model kajian mutakhir, tetapi lebih cenderung menggunakan kajian tradisional yang diperkaya dengan sudut-sudut pandang filsafat, fungsi, jabatan, dan pernan unsure pembentuk kalimat seperti yang dikemukakan oleh Verhaar yang menggambar skema kalimat sebagai tiga kotak kosong.
Kotak ini bermakna dan berfungsi setelah diisi oleh jenis kata, fungsi, dan peranan gramatikal.
10. Sehubungan dengan itu, dalam pembahasan ini akan diulas model kajian Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan. Model kajian Monteque dari sudut pandang logika matematika, model kajian tata bahasa kasus, dan kearah pendekatan sintaksis.
C. Redundan
Istilah redunan (redundant) sering digunakan pada pembahasan tingkat fonologi/fonetik dalam hubungan dengan penentuan ciri pembeda dan kelasnya baagi setiap fonem (distinctive feature and natural classes). Penentuan ciri kentara dan tersembunyi dilakukan dengan cara memberi tanda positif (+) dan tanda negative (-). Tanda-tanda ini bersifat oposan. Karena itu, disebut juga ciri-ciri binary (binary distinctive feature).
Menurut Chomsky dan Halle ada tiga puluh enam ciri pembeda yang dapat muncul pada bunyi bahasa manusia, tetapi oleh Sloat, Taylor, dan Hoard hanya dibahas enam belas buah, yaitu (1) consonantal (+/-), (2) sonoran (+/-) bersifat nasal dan likuida, (3) silabik (+/-) berciri vocal, (4) tinggi (+/-), (5) rendah (+/-), (6) belakang (+/-), (7) bundar (+/-), (8) obstruent (+/-) terhambat, (9) strident (+/-) intensitas dan frekuensi tinggi (nyaring), (10) terbagi (+/-), (11) nasal (+/-), (12) lateral (+/-), (13) bersuara (+/-), (14) tens (+/-) muskuler (kuat), (15) coronal (+/-) daun lidah, dan (16) anterior (+/-) rongga hidung.
Pada dasarnya ciri-ciri itu hanya ada tiga kelas utama: (1) + consonantal, yaitu ciri yang dihasilkan oleh kerjasama antara daerah artikulasi dan titik articulator yang menghasilkan konsonan murni stop, frikatif, nasal, lateral, dan tril); (2) + soronant yaitu ciri yang terjadi karena bergetar selaput selaput suara yang menghasilkan semua vocal dan sebagai konsonan seperti glide, nasal, lateral, dan r; (3) + syllabic yaitu cirri yang dapat mendominasi silabi (umumnya vocal).
Contoh penentuan ciri binary sebagai berikut.
Consonantal Sonorant Syllabic
Liquids & nasals + + -
Vowels - + +
Glides - + -
Obstruents + - -
Ketiga kelas ciri tersebut dilengkapi dengan high, low, back, dan rounded sehingga terjadilah ke-16 ciri di atas. Perlu dijelaskan bahwa daerah cirri-ciri anterior dan coronal itu secara singkat sebagai berikut. (a) + anterior berada pada daerah bagian rongga hidung dari arah depan sampai pertengahan, sedangkan –anterior dari pertengahan sampai tenggorokan. (b) + coronal terletak antara ujung lidah sampai pertengahan lidah, sedangkan –coronal dari ujung lidah sampai ujung bibir dan dari tengah lidah sampai tenggorokkan.
Tidak perlu semua ciri dikemukakan kalau sebuah cirri sudah terkandung di dalam cirri yang sudah ada. Memaksakan pencantuman ciri yang sudah terkandung menimbulkan redunan (mubazir). Redunan artinya ciri fonem yang dapat diduga /diketahui walaupun terucapkan karena kaidah implikasional (redundant, predictables, feture, values are not listed but are understood to be present because of implication rules). Atau istilah lainnya adalah super fluous, superabundances, unnecessary repetition ecp. of words, or an instance of this. (the Lexion Webster Dictionary, 1987). Contoh fonem /c/ berciri utamanya +strident (+Str.) berarti pasti tidak berciri nasal (-ns). Jadi ciri –nas tdak perlu dicantumkan atau juga fonem /n/ bersifat nasal (+nas) pasti juga mempunyai cirri sonorant (dengung) atau +son. Ciri-ciri ini dapat kita jumpai pada semua bahasa dan tidak hanya pada tataran fonologi tetapi juga pada tataran yang elbih besar (morfologi dan sintaksis) seperti dikemukakan beberapa ahli berikut ini.
Hartman dan Strok, 1973 mengemukakan bahwa redunan itu sebagai informasi melebihi kebutuhan minimal. Contohnya It was terrible, dreadful awful. Sanders (dalam Moravesik, 1980:242) merumuskan redunan itu sebagai (A=A, B, B adalah suatu unsure yang sama dan memantapkan A). Pendapat Sanders ini mirip dengan Cooper dalam sumber yang sama dengan Doroty, 1979 dalam Safir, 1985:95. demikian juga Kempson, 1986:92. Ia memberi contoh: Jhon killed Bill but he was not cause of Bill’s deth adalah redunan karena bagian kedua dari kalimat itu sama dengan but didn’t die. Dari sudut pandangan ini terlihat bahwa redunan itu agak “negative”. Karena itu, para ahli cenderung berpendapat bahwa setiap redunan ditiadakan.
Namuan dalam beberapa hal, redunan diperlukan terutama untuk mengatasi ketaksaan kalimat atau pernyataan seperti dikemukakan oleh Bauer, 1987:95, Levinson, 1987:120; Bolinger, 1975:180 yang mengemukakan redundancy or the amount of explicitness needs to avoid ambliguity.
D. Redunan dan Salinan Bawaan Bahasa Bima
Contoh kalimat BB sebagai berikut.
No. Kalimat BB Arti sebenarnya
1 Namburira rare Padi berbulirlah
2 Doho! Duduk!
3 Nana sesi nawancuku ngango elina angi. Angin kalau kencang ribut bunyinya.
4 Ede, nambotoku masala taake. Aduh, banyak masalah di sini.
5 Tapiada take ita, Elo. Tuan Ali, (silahkan) pindah ke sana.
6 Halimah ededu ana dou malonga. Halimah hádala anak yang pintar.
7 Welina mbege labo jimba siadoho. Mereka membeli kambing dan domba.
8 Colana di nahu dua riwu rupia sia. Dia membayar lepada saya dua ribu rupiah.
9 Kone sakali watipu radahuna nuntu ese panggo na loa lampa cari dou mantanda kai nuntu
maponco-ponco la Dola. Si Abdullah walau hanya sekali Belem pernah gentar berbicara di atas panggung dan selalu bisa menjadikan penonton tertawa dengan pembicaraan yang lucu-lucu.
Untuk BB, arti-arti sesungguhnya dari kalimat-kalimat di atas, diawali dengan urutan arti unsur subjek, padahal menurut konstruksinya unsur objek itu terletak pada akhir kalimat, kecuali kalimat nomor enam yang merupakan kalimat pembatasan, kenyataan ini menunjukkan bahwa salah satu ciri bawaan BB hádala menempatkan subjek pada akhir kalimat.
Hal ini erat hubungannya dengan sifat redunan dan salinan bawaan. Di samping itu, kalau diperhatikan lebih cermat struktur dan konstruksi pendukung kalimat, agaknya masih ada arti lain yang tersembunyi. Berikut ini analisis dari segi morfosintaksis BB.
No. 1 {na + mburi + ra} fare
dia berbulir lah padi
No. 2 Doho (nggomi) Duduk (kamu)!
No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngango
Dia besar kalau nya sangat alngkah ribut
{eli + na} {biasa + na} angi.
bunyinya biasa nya angin.
No. 4 Ede { na + mboto + ku} masala taake.
Aduh dia banyak alangkah masalah di sini.
No. 5 Ita {ta + pinda} taaka Elo
Tuan penanda hormat pindah ke sana Ali
No. 6 Halima ededu ngara dou siwe
Halimah hádala nama orang perempuan.
No. 7 {Heli + na} mbeqe labo jimba siadoho.
Beli nya kambing dengan domba mereka.
No. 8 Dua riwu rupia {cola + na } di + nahu sia
Dua ribu rupiah bayar nya pada saya dia
No. 9 Kone sakali watipu {ra + dahu + na} nuntu
Walaupun sekali belum pernah takut nya berbicara
ese panggo labo {na + loa + mpa
di atas panggung dia biasa saja
{ka + hari} dou {ma + ntanda} kai
menjadikan tertawa orang yang menonoton dengan
nuntu { ma + ponco-ponco} la Dola.
pembicaraan yang lucu-luco si Abdullah.
Terlihat bahwa kalimat BB di samping didukung oleh unsur-unsur fungsional utama yang dituntut oleh ketentuan gramatikal (S,P,O,K) juga didukung oleh unsur copy dari unsur utama itu Copy itu menurut native speaker BB tidak dapat ditiadakan karena dapat mengubah pengertian kalimat atau paling sedikit menimbulkan kejanggalan perasaan dalam kalimat.malahan dalam beberapa hal, terutama dalam situasi normal penghilangan unsur utama, terutama subjek biasa terjadi. Itulah sebabnya subjek dapat berada pada akhir kalimat, seperti pada contoh kalimat satu.
Proklitik na- pada namburira adalah copy dari fare ‘padi’ (subjek). Unsur na- itu tidak dihilangkan karena mburi fare bermakna ‘bulir padi’, sedangkan yang dimaksud adalah ‘padi berbulirlah’. Sebaliknya fare ‘padi’ bias tidka usah disebut karena sudah diketahui. Perlu dijelaskan bahwa BB termasuk bahasa yang minim afiks. Makna afiks terkandung pada kata/bentuk dasar setelah berada dalam bentuk konteks.
Sekarang timbul persoalan. Menurut toeri redunan di atas, sesuatu yang sudah terkandung pada ciri utama dicantumkan lagi agar tidak redunan. Dalam hal ini, menurut ketentuan gramatikal, subjek dalam sebuah kalimat termasuk unsur utama, sedangkan copy-nya tidak. Jadi, seharusnya copy itulah yang harus dihindari, sedangkan dalam BB hal itu seabliknya. Hal inilah yang dimaksud dengan salinan ulang atau “copy” dalam BB.
Pada kalimat No. 2 tidak terjadi redunan. Redunan lain terlihat pada kalimat no. 3 terdapat redunan subjek, kalimat no. 7 dan 8 terdapat redunan subjek pada posisi enklitik, kalimat n0 5 dan 6 terjadi redunan subjek tidak dalam bentuk klitik pronominal, tetapi dalam bentuk aposisi. No. 5. ita ’tuan’ dan Elo ’Ali sebagai subjek’. No. 6 Halima dan dou malonga ’orang yang pintar’ (S). Kata edeDu ’adalah’ yang terdapat pada klaimat no. 4 pada umumnya tidak pernah dipakai kalau bukan merupakan penegasan. Jadi, yang memenuhi ketentuan menghindar redunan itu adalah kalimat-kalimat no. 4 ini kalau eduDu dibuang. Hal ini sesuai pula dengan sifat bahasa Austronesia yang tidak mewajibkan pemakaian kopula sebagaai predikat dalam kalimat.
Kalimat itu menjadi sebagai berikut no. 4 Halima…anadou malonga ’Halimah anak pintar’. Kalimat no. 3 agak sulit menganalisisnya karena di sini terjadi redunan beberapa kali, yaitu pada kata-kata na + nage + si dia besar kalau; na + wancu + ku dia besar alangkah; elina + bunyinya; biasana biasanya; angi angin (sebagai subjek asli). Jadi, di sini terjadi lima kali penyebutan subjek.
Secara lengkap kalau kalimat itu disusun ulang sebagai beikut.
No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngango
dia besar kalau nya sangat alngkah ribut
{eli + na} {biasa + na} angi.
bunyi nya biasa nya angin.
Sifat-sifat spesifik seperti pada BB di atas sedikit banyak menimbulkan kendala bagi kegiatan analisisnya pada tataran sintaksis. Namun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada kemungkinan pola analisis yang diperkirakan dapat dipakai sebagai pasangan dasar, walaupun tidak seluruhnya. Salah satu pola atau model yang akan dicobakan adlah model Warriner et.al. yang beberapa ahli yang lain disebutkan sebagai Red and Kellog Daigram.

E. Anailisis Kalimat Model Warriner
Model analisi kalimat itu cukup banyak versinya. Agar mudah memahaminya, analisis berikut ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama analisis model tradisional dan kedua analisis struktural. Yang terakhir ini terbagi lagi atas struktural versi Eropa seperti analisis kasus dan beberapa bentuk lain. Kemudian analisis versi Amerika seperti yang dilakukan oleh Bloch, Hockett, Weils, Harris, dan Chomsky.
Model Warriner menurut negaranya termasuk aliran struktural Amerik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar